Sabtu, 13 Januari 2018

AHMADIYAH (SEJARAH SINGKAT DAN DOKTRINNYA)


Harun Nasution membagi sejarah perkembangan Islam dalam tiga periode yaitu: klasik (650-1250), pertengahan (1250-1800) dan modern (1800-sekarang).[1] Pada periode klasik tersebut umat Islam mengalami kejayaan. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa aspek diantaranya: luasnya kekuasaan umat Islam yang tersebar dalam tiga benua Asia, Afrika dan Eropa, dan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh umat Islam baik pengetahuan agama maupun pengetahuan umum sehingga pada periode tersebut Islam telah menjadi adikuasa dunia. Sedangkan pada periode pertengahan dikenal sebagai periode kemunduran. Hal tersebut diakibatkan oleh banyak factor diantaranya: kehancuran diansti Abbasiyah akibat serangan bangsa Mongol, penyerangan umat Kristen Eropa ke dunia Islam selama kurang lebih dua ratus tahun. Faktor tersebut mengakibatkan umat Islam terpecah menjadi beberapa imperium yakni Utsmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India.
Imperium-imperium menjadi pusat peradaban Islam pada abad pertengahan dan masih mampu menjaga kewibawaan kaum muslimin. Namun, mejelang akhir abad ke XVII Masehi imperium tersebut mengalami kemunduran dan sebaliknya Eropa yang “menjadi musuh Islam” pada saat itu telah bangkit dari masa kegelapan dan kemunduran menjadi ancaman bagi imperium-imperium Islam.
Kebangkitan bangsa Eropa dari masa kemunduran menjadikan mereka melakukan banyak ekspansi ke wilayuah di luar Eropa termasuk ke imperium-imperium Islam yang telah terpecah-pecah. Misalnya Malaka jatuh ke Portugis pada tahun 1511 M, Prancis menduduki mesir pada akhir abad ke XVIII, Mughal jatuh ke Inggris pada abad ke XIX M., dan Mughal dibubarkan oleh Inggris setelah berkuasa kurang lebih tiga ratus tahun. Ekspansi bangsa Eropa tidak berhenti sampai di situ, mereka terus melakukan ekspansi sehingga satu persatu wilayah Islam jatuh ke tangan mereka.
Sebagai akibat dari hal tersebut maka, umat Islam sangat sadar akan kemundurannya dari bangsa Eropa sehingga mereka mulai mengadakan perbaikan dan pembenahan. Sehingga, muncullah tokoh-tokoh pembaharu (mujaddid) untuk memperbaiki keadaan. Misalnya: Sanusi di Afrika Utara, Abdul Wahhab di Najd, Jamaluddin di Afganistan dan Mirza Ghulam Ahmad di India.
Gerakan Mirza Ghulam Ahmad muncul di India sebagai respon atas kemunduran umat Islam di dunia secara umum dan India secara khusus baik dalam bidag agama, politik, ekonomi, social dan bidang-bidang kehidupan lainnya. Hal tersebut menjadikan Mirza Ghulam Ahmad mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan umat Islam dari berbagai keterpurukan. Selain itu, ia juga terinspirasi dari gerakan kaum misionaris yang melakukan kristenisasi di India. Gerakan Mirza Ghulam Ahmad tersebut dikenal dengan Ahmadiyah. Ahmadiyah dalam perkembangannya sangat dekat dengan “penjajah” Inggris di India. 
Hal tersebut agak membingungkan karena Ahmadiyah tampil menangkis gerakan kristenisasi di India namun di lain sisi juga bersahabat mesra dengan “penjajah” Inggris yang jelas-jelas punya misi gospel (kristenisasi). Selain itu, pengikut Ahmadiyah juga meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang nabi dan mendapatkan wahyu dari Tuhan. Hal ini tentunya menuai kontra dari umat Islam lainnya. Kontroversi dan kesimpang-siuran tentang Ahmadiyah selama ini menjadikan menarik kuntuk mengetahui apa sebenarnya Ahmadiyah itu?
1.      Sejarah Singkat Kelahiran dan Perkembangan Ahmadiyah
Menurut Rahardjo, berdirinya Ahmadiyah dilatarbelakangi oleh tiga factor, pertama kolonialisme Inggris di India. Kedua, kemunduran kehidupan umat Islam di segala bidang. Ketiga, proses kristenisasi oleh misionaris.[1]
Kedatangan bangsa Inggris di India bukan hanya untuk mencari kekayaan dalam perdagangan maritim di anak benua India melainkan juga mempunyai misi menyebarkan agama Kristen pada daerah yang didatangi. Pada saat itu, memang kondisi umat Islam di dunia dan India secara khusus mengalami kemunduran. Hal tersebut melahirkan sebuah gerakan yang dikenal dengan Ahmadiyah.
Ahmadiyah ini didirikan oleh seorang keturunan bangsawan Mughal dari Qadiani bernama Mirza Ghulam Ahmad anak dari Mirza Ghulam Murtaza. Menurut Iain Adamson Mirza Ghulam Ahmad lahir pada 13 Februari 1835.[2] Sehubungan dengan hal tersebut Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud (Khalifah Al-Masih ke III) menulis sebagai berikut:

The Ahmadiyah Movement was founded by Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908), (on whom be peace thel blessings of God), in March 1889, when he was about 54 years of age. Ahmad (on whom be peace) belonged to a noble and ancient Mughal family of the Punjab which had migrated to India from Samarkand or about the reign of the Emporer Babar.[3]
Berangkat dari kutipan dia atas dapat dipahami bahwa keluarga Mirza Ghulam Ahmad bukan orang India asli, melainkan ia adalah pendatang dari daerah Samarkand (Asia Tengah) yang datang dan menetap ke wilayah Punjab, India.
Mirza Ghulam Ahmad sejak kecil adalah seorang yang tekun belajar, sangat gemar membaca Alquran dan Hadīts dan buku-buku keislaman. Bahkan, ia juga gemar membaca khazanah keagamaan lainnya seperti Kristen  dan Hindu. (Adamson 2008: 69). Bahkan, ayahnya mendatangkannya seorang guru untuk mengajarnya yaitu Fasal Ahmad untuk mengajarnya bahsa Arab dir umahnya dan Gul Ali Syah untuk mengajarnya Nahawu dan Mantiq untuk untuk ilmu ketabuban ia belajar dari ayahnya sendiri.[4] Hal tersebut tentunya menajadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai orang yang mempunyai wawasan luas.
Pada tahun 1864 Mirza Ghulam Ahmad diangkat menjadi pegawai pada pemerintahan Inggris pada kantor Bupati Sialkot. Ia bekerja pada kantor tersebut selama empat tahun. Sebelum akhirnya ia dipanggil oleh ayahnya pulang ke Qadian untuk bertani karena tidak cocok dengan pekerjaan tersebut. Selama ia bekerja pada kantor tersebut ia sering diskusi dengan para misionaris Kristen dan pendeta Hindu.[5]
Ketika Mirza Ghulam Ahmad kembali dari Sialkot dan menetap kembali di Qadian atas panggilan ayahnya. Setelah kematian ayahnya ia lebih banyak menyepi dari kehidupan dari kehidupan duniawi. Pada saat-saat terakhir sebelum ayahnya meninggal ia mengaku telah menerima wahyu dari Tuhan.[6]
Setelah menerima wahyu dari Tuhan yang yang menunjuknya sebagai Al-Masih Al-Ma’ud maka, ia memproklamirkan dirinya mendapt perintah dari tuhan untuk menrima ba’iat dari para pengikutnya. Pemba’iatan pertamakali dilakukan pada tahun 11 Maret 1889 maka tahun tersebut dianggap sebagai tahun berdirinya AHmadiyah Qadian. Sedangkan menerut Ahmadiyah Lahore bahwa tahun berdirinya Ahmadiyah ialah ketika Mirza Ghulam Ahmad pertamakali menerima wahyu pada tahun 1888.[7]
Terlepas dari perbedaan tahun kelahiran gerakan Ahmadiyah tersebut, intinya di India telah muncul seorang tokoh bernama Mirza Ghulam Ahmad yang gerakannya disebut Ahmadiyah. Ia tampil untuk memperbaiki kondisi umat Islam di wilayah tersebut.
Untuk mengembangkan ajarannya maka mulailah para pengikut aliran ini secara terang-terangan di tahun 1900, mendakwahkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai "nabi" dan menghormatinya layaknya seorang rasul Tuhan. Sehubungan dengan hal ini al-Maududi menjelaskan bahwa salah seorang propagandisnya, Maulawi 'Abd al-Karim (khalifah Ahmadiyah ke 6) menyatakan dalam khutbah Jumatnya sebagai berikut:

"Ketahuilah olehmu, bahwasanya kamu sekalian jika tidak patuh kepada al-Masihul-Mau'ud (Mirza Ghulam Ahmad) mengenai apa saja yang kalian perselisihkan, dan tidak mengimaninya sebagaimana para sahabat mengimani Rasulullah SAW, maka kalian tergolong orang-orang yang memisahkan diri dari Rasul Allah dan bukan pengikut Ahmadiyah." [8]
Dalam mengembangkan ajarannya tersebut AHmadiyah sanhgat giat dan beserta para pengikutnya, dia berhasil mengorganisasikan dengan baik sehingga kini tercatat memiliki sekitar 10 juta pengikut, yaitu 4 juta di Pakistan dan sisanya di berbagai bagian negara-negara Afrika dan negara-negara barat. Dalam waktu relative singkat mereka telah menjangkau dunia para pengikutnya semakin bertambah jumlahnya hadir di mana-mana termasuk Indonesia.[9]
2.      Perbedaan Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore
Dalam perkembangan Ahmadiyah terpecah menjadi dua yaitu Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore. Namun, keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al-Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip. Berikut adalah perbedaan prinsip antara keduanya sebagaimana yang dikutip dari Wikipedia[10] yaitu:
Ahmadiyah Qadian:
1.     Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran Qadian, India sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman oleh Allah SWT.
2.     Mengimani dan meyakini bahwa kitab Alquran adalah satu-satunya kitab suci.
3.     Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian (nabi ummati/nabi pengikut Rasulullah saw. yang hanya mengikuti syariat Islam terus berlanjut sampai hari kiamat.
4.     Mengimani dan meyakini bahwa Mekah dan Madinah tempat suci sebagaimana umat Islam pada umumnya.
5.     Wanita Ahmadiyah dianjurkan menikah dengan laki-laki Ahmadiyah demi menjaga dan meneruskan keturunan rohani, namun laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah.
Ahmadiyah Lahore:
1.     Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah.
2.     Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin.
3.     Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
4.     Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalah) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5.     Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
6.     Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
7.     Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8.     Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9.     Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
Sebenenarnya perbedaan antara Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore terletak pada dua hal, yaitu terkait dengan hal kenabian dan institui khilafah. Qadian percaya kalau Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi sedangkan Lahore menganggapnya sebatas mujaddid saja, dan Lahore tidak mengakui adanya lembaga khilafah sedangkan Qadian berpendapat sebaliknya.
Sebenarnya Ahmadiyah tidak punya ajaran pokok seperti Mu’tazilah yang punya konsep al-Ushūl al-Hamsah. Mereka punya ajaran kepercayaan sama dengan umat Islam pada umumnya percaya rukun iman dan rukun Islam. Namun , dalam empat hal berbeda dengan umat Islam pada umumnya karena mereka punya interpretasi berbeda:
1.      Kewafatan Nabi Isa
Umat Islam pada umumnya mempercayai Nabi Isa tidak wafat melainkan diangkat ke langit dan akan kembali pada suatu saat. Sebaliknya, Ahmadiyah Qadian maupun Lahore meyakini bahwa Nabi Isa telah wafat dan dikuburkan di Srinagar India.[11] Terkait dengan perbedaan status wafat dan hidupnya Nabi Isa antara Ahmadiyah dengan kaum muslimin secara umum sebenarnya hal itu merupakan perbedaan interpretasi dalam menafsirkan QS An-Nisa: 157.
2.      al-Masih
Umat Islam secara umum meyakini bahwa al_masih atau  Nabi Isa (yang sesungguhnya) pada suatu saat nanti akan muncul atau datang ke dunia ini untuk membinasakan dajjal, mematahkan tiang salib membunuh babi dan lain-lain. Sedangkan Ahmadiah menyatakan bahwa yang dimaksud Nabi Isa itu bukan Isa yang sebenarnya melainkan adalah orang yang punya sifat atau karakter seperti Nabi isa dan orang itu adalah Mirza Ghulam Ahmad.
3.      Wahyu
Ahmadiyah membagi wahyu menjadi dua yaitu wahyu  syariat  dan wahyu muthlak, wahyu syariat dipertuntukkan hanya bagi para nabi sedangkan wahyu muthlak diberikan kepada selain dari nabi.[12] Berangkat dari pendapat tersebut maka bias dimaklumi kalau Ahmadiyah meyakini bahwa wahyu itu tidak pernah terputus karena yang mereka maksudkan adalah wahyu muthlak bukan wahyu syariat. Hal tersebut berbeda dengan keyakinan umat Islam secara umum bahwa wahyu telah terputus sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW.
4.      Kenabian
Ahmadiyah Lahore membuat deskripsi tentang kenabian menjadi dua yaitu  pertama, nabi hakiki yaitu nabi pembawa syariat. Kedua, nabi lughawi yaitu nabi yang tidak hakiki. Dan sekte tersebut mengatakan bahwasanya Mirza Ghulam Ahmad hanyalah tidak lebih dari manusia biasa yang memiliki persamaan yang cukup besar dengan para nabi: menerima wahyu tetapi hanya wahyu walayah (kewalian), namun tidak bersifat tasyri’i. Disamping itu, dia tak lebih sebagaiMujaddid abad 14 H.
Tetapi disisi lain, pendapat Ahmadiyah Qadian berbeda dengan pendapat Ahmadiyah Lahore. Ahmadiyah Qadian mendeskripsikan kenabian menjadi tiga pengertian: (a) nabi shahib al syari’ah dan mustaqil. Nabi shahib al syari’ah adalah nabi pembawa syari’at untuk manusia. Sedangkan nabi mustaqil yaitu hamba Allah yang menjadi nabi dan tidak mengikuti nabi sebelumnya, misalnya nabi Isa, dan nabi Muhammad. (b) nabi mustaqil ghair al tasyri’i adalah seorang manusia yang menjadi seorang nabi dan tidak mengikuti nabi sebelumnya namun ia tidak membawa syariat baru. Ia ditugaskan oleh Allah untuk menjalankan syari’at nabi sebelumnya, misalnya nabi Harun, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa as. (c) nabi Zhilli Ghair Tasyri’ adalah seorang manusia yang menjadi nabi karena kepatuhannya kepada nabi sebelumnya dan juga karena mengikuti syari’atnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud. Ahmadiyah or tha True of Islam. New Delhi: Award Publishing tth.
Adamson, Iain. Mirza Ghulam Ahmad of Qadian, terj. Suhadi Madyohartono; Mirza Fhulam Ahmad dari Qadian. Yogyakarta: Pustaka Marwa 2010.
Departemen Agama RI, Aljamil, al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemahan Perkata, Terjemahan Inggris. Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012.
https//id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyah. Diakses 7 November 2016
Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jilid I). Jakarta: UI Press, 2010.
Rasyid, Soraya. Ahmadiyah Dalam Sorotan. Makassar: Alauddin University Press 2012.
Sofianto, Kunto. Kritis Ahmadiyah Indonesia. Disetasi Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan Universitas Bangi-Malaysia 2014.
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian. Makassar: UIN Alauddin Press, 2013.
Yoguswara, A. Heboh Ahmadiyah, Mengapa Ahmadiyah Tidak LAngsung Dibubarkan? Cet. 1 Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2008.


[1] A. Yogaswara. Heboh Ahmadiyah: Mengapa Ahmadiyah Tidak Langsung Dibubarkan?. (Cet. 1 Yogyakarta: Penerbit Narasi: 2008), h. 33.
[2] Iain Adamson. Mirza Ghulam Ahmad of Qadian, terj. Suhadi Madyohartono, Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, (Yogyakarta: Pustaka Marwa 2010), h. 39.
[3] Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Ahmadiyyat or the True of Islam, (New Delhi: Award Publishing House tt), h. 4.
[4] Soraya Rasyid, Ahmadiyah Dalam Sorotan (Makassar: Alauddin University Press 2012), h. 30.
[5] Soraya Rasyid, Ahmadiyah Dalam Sorotan, h. 30
[6] Adamson. Mirza Ghulam Ahmad of Qadian, terj. Suhadi Madyohartono, Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, h. 101.
[7] Soraya Rasyid, Ahmadiyah Dalam Sorotan, h. 33
[8] Abul-A'la al-Maududi, Ma Hiyal-Qadiyaniyyah, (Beirut: Darul-Qalam Kuwait, 1969),h. 23.
[9] A. Yogaswara. Heboh Ahmadiyah: Mengapa Ahmadiyah Tidak Langsung Dibubarkan?, h. 51
[11] Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Disertasi Fakulti Sains Sosial dan Kemanusian  Universitas Bangi-Malaysia 2014) h. 75.
[12] Soraya Rasyid, Ahmadiyah Dalam Sorotan, h. 178.



[1] Harun Nasution. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Pres, 2010), h. 50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ALIRAN MU’TAZILAH

 Teologi, sebagai mana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu agama. Setiap orang ingin menyelami seluk beluk agam an ya se...